Komisi VII Dorong Pemerintah Kembangkan Lembaga Eijkman
Wakil Ketua Komisi VII DPR RI, Gus Irawan Pasaribu. Foto : Geraldi/mr
Komisi VII DPR RI mendorong pemerintah untuk mengembangkan Lembaga Eijkman. Pasalnya lembaga ini sangat strategis posisinya dan memberikan manfaat besar bagi masyarakat Indonesia. Hal tersebut terungkap dalam rapat dengar pendapat (RDP) Komisi VII DPR dengan Lembaga Eijkman dan Pusat Peragaan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) di ruang rapat Komisi VII DPR RI, Senayan, Jakarta, Rabu (11/12/2019).
“Terus terang meski sudah dua periode menempati Komisi VII DPR RI, namun saya belum mengenal secara dekat Lembaga Eijkman ini. Baru kali ini saya mengetahui bahwa lembaga ini sejatinya posisinya sangat strategis dan sangat bermanfaat. Salah satunya meneliti DNA (Deoxyribo Nucleic Acid) seseorang yang berpotensi terjangkit penyakit tertentu. Sehingga ada upaya dan pencegahan terjangkitnya penyakit tertentu,” ujar Wakil Ketua Komisi VII DPR RI, Gus Irawan Pasaribu saat memimpin RDP tersebut.
Upaya pencegahan tersebut, lanjut Gus, pastinya akan dapat membantu BPJS Kesehatan yang tengah “berdarah-darah” memberikan jaminan kesehatan bagi masyarakat Indonesia. Meskipun sebenarnya jaminan kesehatan oleh BPJS Kesehatan tersebut merupakan amanah konstitusi. Namun intinya penemuan alat oleh lembaga Eijkman ini yang bisa mengetahui DNA seseorang berpotensi terjangkit penyakit tertentu ini akan dapat mencegah seseorang terjangkit penyakit tersebut. Dengan kata lain upaya pencegahan akan lebih baik dari pada pengobatan.
Hal senada juga diungkapkan oleh anggota Komisi VII DPR RI Fraksi PKS, misalnya. Politisi yang sebelumnya masuk dalam jajaran birokrat di Kemenristek ini sudah sangat dekat dengan lembaga Eijkman. Ia menilai lembaga ini hasil penelitiannya sangat luar biasa baik dari segi scientific, maupun terapannya. Kualitas yang dihasilkannya pun sangat bagus, tak heran jika beberapa kali hasil penelitian lembaga ini dimuat dalam jurnal Nature (salah satu jurnal ilmiah tertua dan paling bereputasi tinggi).
Sayangnya, lanjut Mulyanto, lembaga ini kerdil, karena ragu apakah masuk dalam mekanisme negara atau private. Pasalnya tidak sedikit penelitinya masuk dalam peneliti swasta. Tidak hanya itu, selama ini status kelembagaan Eijkman juga tidak jelas eselonisasinya. Sebelumnya lembaga ini sempat didorong untuk masuk dalam Deputi tersendiri di Kemenristek, namun saat proses pembahasan, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) membentuk deputi tersebdiri untuk Lembaga Eijkman. Belakangan Kemenkes mengembalikan lagi ke Kemenristek.
“Karena tupoksi Kemenristek sebelumnya hanya menjadi perumus kebijakan dan koordinasi, jadi tidak bisa menampung Eijkman dalam sebuah deputi pelaksanaan penelitian. Namun hari ini Kemenristek memiliki BRIN (Badan Riset dan Inovasi Nasional) yang punya fungsi kelas B, dapat melaksanakan fungsi penelitian langsung. Hal ini tentu menjadi peluang besar untuk memasukan Lembaga Eijkman ini menjadi deputi tersendiri di Kemenristek,”jelas Mulyanto.
Oleh karena itu pihaknya mendorong Kemenristek untuk mendefinitifkan status kelembagaan Eijkman menjadi setingkat Deputi dalam BRIN. Bahkan Gus Irawan juga berharap agar Kepala dan jajaran lembaga Eijkman ini mampu meyakinkan masyarakat luas bahwa lembaga yang mereka pimpin mampu memberikan manfaat besar bagi masyarakat dan negara. Dengan kata lain harus ada upaya yang sungguh-sungguh agar eksistensi lembaga tersebut dapat lebih dikenal public. (ayu/es)